ACARA PERCERAIAN
OLEH
I GUSTI NGURAH SUTARKA,SH.
Berikut penulis akan menguraikan tata cara perceraian bagi Pegawai Negeri yang dipetik dari beberapa peraturan perundang-undangan, yakni UU 1/1974 tentang Perkawinan, UU No. 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, PP No. 10 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS, SE 08 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS dan Perkap No. 9 tahun 2010 tentang Kawin, Cerai dan Rujuk.
UU
Perkawinan
1. Putusnya perkawinan :
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
2. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada
cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami
isteri.
UU Pokok-Pokok Kepegawaian
1.
Pegawai Negeri adalah setiap warga
negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan
Pemerintah
1.
Pegawai
Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu
dari Pejabat.
2.
Permintaan
untuk memperoleh izin diajukan secara tertulis.
3.
Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap
yang mendasari permintaan izin perceraian itu.
4. Pejabat yang menerima permintaan izin untuk
melakukan perceraian wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang
dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
5. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang
dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat
harus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri Sipil
yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan.
6.
Sebelum mengambil keputusan, Pejabat
berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan
cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat.
7.
Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh
Pejabat apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
8.
Izin untuk bercerai karena alasan isteri
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
9.
Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh
Pejabat apabila :
a.
bertentangan dengan ajaran/peraturan
agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b.
tidak ada alasan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan,
c.
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan
akal sehat.
10. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk
melakukan perceraian, untuk beristeri lebih dari seorang, atau untuk menjadi
isteri kedua/ ketiga/keempat, dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima permintaan izin tersebut.
11. Pejabat dapat mendelegasikan sebagian
wewenangnya kepada Pejabat lain dalam lingkungannya, serendah rendahnya Pejabat
eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak
pemberian izin, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri
Sipil golongan II ke bawah atau yang dipersamakan dengan itu.
SE 08/1983
1.
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan
perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat.
2.
Pegawai Negeri Sipil hanya dapat
melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu atau
lebih alasan sebagai tersebut di bawah ini :
a.
Salah satu pihak berbuat zinah, yang
dibuktikan dengan :
(1)
Keputusan pengadilan;
(2) surat pernyataan dari sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi yang telah dewasa yang melihat perzinahan itu. Surat
pernyataan tersebut diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat
dan dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran II-A Surat Edaran
inil; atau
(3) Perzinahan itu diketahui oleh satu pihak (suami
atau istri) dengan tertangkap tangan. Dalam hal yang sedemikian , maka pihak yang
mengetahui secara tertangkap tangan itu membuat laporan yang menguraikan hal
ikhwal perzinahan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran II-B Surat Edaran ini.
b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat,
atau penjudi yang sukar disembuhkan yang dbuktikan dengan :
(1) Surat Pernyataan dari 2 (dua) orang saksi yang
telah dewasa yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang berwajib
serendah-rendahnya Camat, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam
lampiran III Surat Edaran ini; atau
(2) Surat Keterangan dari dokter atau polisi yang
menerangkan bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah menjadi
pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan / diperbaiki.
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan dengan
surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa, yang disahkan oleh
pejabat yang berwajin serendah-rendahnya Camat.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah
perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum
et repertum dari dokter pemerintah.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukum lagi
dalam rumah tangga , yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala
Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.
3.
Permintaan ijin sebagaimana dimaksud di
atas harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian.
4.
Surat permintaan ijin perceraian
tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk :
a.
Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki,
b.
Pertinggal.
5.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian harus berusaha
dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila usahanya tidak
berhasil, maka ia meneruskan permintaan ijin perceraian itu kepada pejabat
melalui saluran hirarki disertai pertimbangan tertulis. Dalam surat pertimbangan
tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami istri tersebut dan
memuat pula saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi Pejabat dalam mengambil
keputusan.
6. Setiap atasan yang menerima surat permintaan
ijin perceraian, wajib menyampaikannya kepada Pejabat selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan melalui saluran hirarki, terhitung mulai tanggal ia menerima surat
permintaan ijin perceraian itu.
7. Setiap pejabat harus mengambil keputusan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
permintaan ijin perceraian itu.
8.
Sebelum mengambil keputusan, Pejabat
berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut dengan cara
memanggil mereka, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk diberikan nasehat.
Apabila tempat suami istri yang bersangkutan berjauhan dari tempat kedudukan
Pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam
lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan kembali suami istri itu. Apabila
dipandang perlu, Pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang
dipandang mengetahui keadaan suami istri yang bersangkutan.
9. Apabila usaha merukunkan kembali suami istri
yang bersangkutan tidak berhasil, maka Pejabat mengambil keputusan atas
permintaan ijin perceraian itu dengan mempertimbangkan dengan seksama :
a.
Alasan-alasan yang dikemukakan oleh
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagai tersebut dalam surat permintaan
ijin perceraian dan lampiran-lampirannya.
b. Pertimbangan yang diberikan oleh atasan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
c.
Keterangan dari pihak lain yang
dipandang mengetahui keadaan suami istri yang mengajukan permintaan ijin
perceraian tersebut, apabila ada.
10.
Keputusan pejabat dapat berupa :
a.
Penolakan pemberian ijin .
b.
Pemberian ijin.
11. Permintaan ijin untuk bercerai ditolak ,
apabila :
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama
yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
b.
Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud di
atas.
c.
Bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlalu; dan atau
d.
Alasan perceraian yang dikemukakan
bertentangan dengan akal sehat.
12. Permintaan ijin untuk bercerai dapat diberikan,
apabila :
a. Tidak bertentangan dengan ajaran / Peraturan
agama yang dianutnya / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
b.
Ada alasan sebagaimana dimaksud di atas.
c.
Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; dan atau
d.
Alasan perceraian yang dikemukakan tidak
bertentangan dengan akal sehat.
13. Penolakan atau pemberian ijin perceraian
dilakukan dengan surat keputusan pejabat.
14. S a n k s i
Pegawai
Negeri Sipil kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiun dijatuhi hukuman
disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai Pegawai Negeri Sipil , apabila :
a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh Ijin
lebih dahulu dari Pejabat.
b. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh
izin lebih dahulu dari Pejabat.
c. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari
Pegawai Negeri Sipil .
d. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria
yang bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari
Pejabat.
e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di
luar lkatan perkawinan yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh pejabat,
tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu.
Perkap 9/2010
1. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota
Polri dan PNS pada Polri.
2.
Persyaratan dalam mengajukan permohonan
izin cerai bagi pegawai negeri pada Polri, sebagai berikut:
a. surat permohonan izin cerai, yang disertai
alasan-alasannya;
b. fotokopi akta nikah;
c. fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri/PNS
Polri.
3.
Setiap perceraian harus dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan norma-norma agama yang dianut
oleh pegawai negeri pada Polri dan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang
berwenang.
4. Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan
melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan izin cerai kepada
Kasatker dengan melampirkan persyaratan.
5. Kasatker melaksanakan pembinaan untuk
mengharmoniskan kembali suami istri yang bermasalah.
6. Apabila pembinaan yang dilakukan oleh
Kasatker tidak membawa hasil, maka permohonan perceraian diteruskan kepada
pejabat yang berwenang.
7.
Pejabat
yang berwenang meneruskan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan
pembinaan secara intensif terhadap suami istri yang akan melakukan perceraian
agar rukun kembali.
8. Dalam hal pejabat agama/personalia tidak
berhasil merukunkan hubungan suami istri, dilaksanakan pengambilan keterangan
secara tertulis.
9.
Setelah melalui proses pembinaan dan
pengambilan keterangan, pejabat agama/personalia berdasarkan fakta-fakta yang
ada melakukan analisa guna memberikan rekomendasi kepada pejabat yang
berwenang.
10. Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan surat
izin cerai setelah mendapat rekomendasi dari pejabat agama/personalia.
11. Izin cerai hanya diberikan oleh pejabat yang
berwenang, apabila kehidupan rumah tangga yang telah dilakukan tidak memberikan
manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri.
12. Surat izin cerai berlaku dalam waktu 6 (enam)
bulan.
13. Surat izin cerai yang habis masa berlakunya
sebelum perkaranya diajukan ke Pengadilan yang berwenang, dapat diperpanjang
selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan
dari Kasatker yang bersangkutan.
14. Apabila perceraian tidak jadi dilakukan, yang
bersangkutan harus segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara
tertulis disertai alasan-alasan melalui saluran hirarki.
15. Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat
surat izin cerai, meneruskan proses perceraian kepada pengadilan yang
berwenang.
16. Suami/istri yang bukan pegawai negeri pada
Polri dapat mengajukan gugatan cerai langsung ke pengadilan yang berwenang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
17. Pegawai negeri pada Polri yang menerima gugatan
cerai, wajib segera melaporkan kepada Kasatker.
18. Perceraian dinyatakan sah apabila telah
mendapat keputusan dari Pengadilan yang berwenang dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
19. Pegawai negeri pada Polri yang tidak mengetahui
adanya gugatan cerai dari suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri
sampai keluar akta cerai, dinyatakan sah dan tidak menyalahi ketentuan.
20. Fotokopi akta cerai dari pengadilan yang
berwenang, diserahkan kepada Pejabat Personel di satuan kerjanya guna
penyelesaian administrasi kepegawaian.
Perkap 14/2011
Pasal
22
(1)
Sangsi administratif rekomendasi PTDH dikenakan melalui
sidang KKEP thdp:
A. Pelanggar yg dgn sengaja melakukan
tindak pidana dgn ancm huk pidana penjara 4 th atau lebih dan tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap.
B. Pelanggar yg melanggar : desersi + 30 hr,
bunuh diri, menjadi anggt/parpol dan dijatuhi huk disiplin lebih 3 kali.
Contoh
:
Pasal
279 (1)
kuhp. Dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa kawin (menikah) sedang
ia mengetahui bahwa perkawinnya
sendiri yang telah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar