Sabtu, 18 Agustus 2012

PERCERAIAN I GUSTI NGURAH SUTARKA


ACARA PERCERAIAN
OLEH
I GUSTI NGURAH SUTARKA,SH.



Berikut penulis akan menguraikan tata cara perceraian bagi Pegawai Negeri  yang dipetik dari beberapa peraturan perundang-undangan, yakni UU 1/1974 tentang Perkawinan, UU No. 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, PP No. 10 tahun 1983 tentang  Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS, SE 08 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS dan Perkap No. 9 tahun 2010 tentang Kawin, Cerai dan Rujuk.


UU Perkawinan

1.    Putusnya perkawinan :
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.

2.   Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.

UU Pokok-Pokok Kepegawaian

1.   Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.   Pegawai Negeri terdiri dari :
a.   Pegawai Negeri Sipil
b.   Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c.   Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah

1.    Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
2.    Permintaan untuk memperoleh izin diajukan secara tertulis.
3. Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu.
4.   Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
5.   Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
6.   Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat.
7.   Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
8.   Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
9.   Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a.   bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b.   tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan,
c.   bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d.   alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
10. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian, untuk beristeri lebih dari seorang, atau untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat, dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin tersebut.
11. Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain dalam lingkungannya, serendah rendahnya Pejabat eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah atau yang dipersamakan dengan itu.

SE 08/1983

1.   Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari pejabat.
2.   Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu atau lebih alasan sebagai tersebut di bawah ini :
a.   Salah satu pihak berbuat zinah, yang dibuktikan dengan :
(1) Keputusan pengadilan;
(2) surat pernyataan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa yang melihat perzinahan itu. Surat pernyataan tersebut diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat dan dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran II-A Surat Edaran inil; atau
(3) Perzinahan itu diketahui oleh satu pihak (suami atau istri) dengan tertangkap tangan. Dalam hal yang sedemikian , maka pihak yang mengetahui secara tertangkap tangan itu membuat laporan yang menguraikan hal ikhwal perzinahan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran II-B Surat Edaran ini.
b.   Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan yang dbuktikan dengan :
(1) Surat Pernyataan dari 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini; atau
(2) Surat Keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan / diperbaiki.
c.   Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajin serendah-rendahnya Camat.
d.   Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
e.   Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et repertum dari dokter pemerintah.
f.    Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukum lagi dalam rumah tangga , yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.
3.   Permintaan ijin sebagaimana dimaksud di atas harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian.
4.   Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk :
a.   Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki,
b.   Pertinggal.
5. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian harus berusaha dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan ijin perceraian itu kepada pejabat melalui saluran hirarki disertai pertimbangan tertulis. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami istri tersebut dan memuat pula saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi Pejabat dalam mengambil keputusan.
6.   Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian, wajib menyampaikannya kepada Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan melalui saluran hirarki, terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian itu.
7.   Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian itu.
8.   Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut dengan cara memanggil mereka, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk diberikan nasehat. Apabila tempat suami istri yang bersangkutan berjauhan dari tempat kedudukan Pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan kembali suami istri itu. Apabila dipandang perlu, Pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri yang bersangkutan.
9.   Apabila usaha merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan tidak berhasil, maka Pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin perceraian itu dengan mempertimbangkan dengan seksama :
a.   Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagai tersebut dalam surat permintaan ijin perceraian dan lampiran-lampirannya.
b.   Pertimbangan yang diberikan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
c.   Keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri yang mengajukan permintaan ijin perceraian tersebut, apabila ada.
10. Keputusan pejabat dapat berupa :
a.   Penolakan pemberian ijin .
b.   Pemberian ijin.
11. Permintaan ijin untuk bercerai ditolak , apabila :
a.   Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
b.   Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud di atas.
c.   Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlalu; dan atau
d.   Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
12. Permintaan ijin untuk bercerai dapat diberikan, apabila :
a.   Tidak bertentangan dengan ajaran / Peraturan agama yang dianutnya / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
b.   Ada alasan sebagaimana dimaksud di atas.
c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; dan atau
d.   Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.
13. Penolakan atau pemberian ijin perceraian dilakukan dengan surat keputusan pejabat.
14. S a n k s i
Pegawai Negeri Sipil kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiun dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil , apabila :
a.   Melakukan perceraian tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat.
b.   Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
c.   Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil .
d.   Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat.
e.   Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar lkatan perkawinan yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh pejabat, tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu.

Perkap 9/2010

1.   Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan PNS pada Polri.
2.   Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin cerai bagi pegawai negeri pada Polri, sebagai berikut:
a.   surat permohonan izin cerai, yang disertai alasan-alasannya;
b.   fotokopi akta nikah;
c.   fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri/PNS Polri.
3.   Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan norma-norma agama yang dianut oleh pegawai negeri pada Polri dan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
4.   Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan izin cerai kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan.
5.   Kasatker melaksanakan pembinaan untuk mengharmoniskan kembali suami istri yang bermasalah.
6.   Apabila pembinaan yang dilakukan oleh Kasatker tidak membawa hasil, maka permohonan perceraian diteruskan kepada pejabat yang berwenang.
7.   Pejabat yang berwenang meneruskan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan secara intensif terhadap suami istri yang akan melakukan perceraian agar rukun kembali.
8.   Dalam hal pejabat agama/personalia tidak berhasil merukunkan hubungan suami istri, dilaksanakan pengambilan keterangan secara tertulis.
9.   Setelah melalui proses pembinaan dan pengambilan keterangan, pejabat agama/personalia berdasarkan fakta-fakta yang ada melakukan analisa guna memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang.
10. Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan surat izin cerai setelah mendapat rekomendasi dari pejabat agama/personalia.
11. Izin cerai hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, apabila kehidupan rumah tangga yang telah dilakukan tidak memberikan manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri.
12. Surat izin cerai berlaku dalam waktu 6 (enam) bulan.
13. Surat izin cerai yang habis masa berlakunya sebelum perkaranya diajukan ke Pengadilan yang berwenang, dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang bersangkutan.
14. Apabila perceraian tidak jadi dilakukan, yang bersangkutan harus segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai alasan-alasan melalui saluran hirarki.
15. Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat surat izin cerai, meneruskan proses perceraian kepada pengadilan yang berwenang.
16. Suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri dapat mengajukan gugatan cerai langsung ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
17. Pegawai negeri pada Polri yang menerima gugatan cerai, wajib segera melaporkan kepada Kasatker.
18. Perceraian dinyatakan sah apabila telah mendapat keputusan dari Pengadilan yang berwenang dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
19. Pegawai negeri pada Polri yang tidak mengetahui adanya gugatan cerai dari suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri sampai keluar akta cerai, dinyatakan sah dan tidak menyalahi ketentuan.
20. Fotokopi akta cerai dari pengadilan yang berwenang, diserahkan kepada Pejabat Personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.

Perkap 14/2011

Pasal 22
(1)  Sangsi administratif rekomendasi PTDH dikenakan melalui sidang KKEP thdp:
A.  Pelanggar yg dgn sengaja melakukan tindak pidana dgn ancm huk pidana penjara 4 th atau lebih dan tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
B.  Pelanggar yg melanggar : desersi + 30 hr, bunuh diri, menjadi anggt/parpol dan dijatuhi huk disiplin lebih 3 kali.

Contoh :
Pasal 279  (1)  kuhp.  Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa kawin (menikah)  sedang  ia mengetahui  bahwa perkawinnya sendiri yang telah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar